Fidusia menurut Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang No. 14 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.

 

Kemudian dalam Pasal 1 Angka 2, jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, dan benda tidak bergerak khususnya bangunan, yang tidak dapat dibebani hak tanggungan, yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya.

 

Menurut Pasal 5 UU Jaminan Fidusia, pembebanan benda dengan jaminan fidusia harus dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia. Akta Jaminan Fidusia ini, sesuai ketentuan Pasal 11, wajib didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia. Pendaftarannya dilakukan oleh penerima fidusia (Pasal 13 ayat (1)). Kewajiban pendaftaran ini karena benda yang dibebankan jaminan fidusia itu masih dipegang pemiliknya, yaitu debitur. Adanya fidusia memang dilakukan atas dasar kepercayaan kreditur kepada debitur, tapi tetap diperlukan adanya perlindungan hukum bagi kreditur sebagai penerima fidusia.

 

Maka itu, setelah Akta Jaminan Fidusia didaftarkan, Kantor Pendaftaran Fidusia mencatat jaminan fidusia (Pasal 13 ayat (3)) dan menerbitkan serta menyerahkan Sertifikat Jaminan Fidusia kepada penerima fidusia (Pasal 14 ayat (1)). Dalam Pasal 15 ayat (2), diatur bahwa Sertifikat Jaminan Fidusia yang didapatkan penerima fidusia itu mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Untuk itulah mengapa penerima fidusia harus mendaftarkan Akta Jaminan Fidusianya, agar ia dapat langsung mengajukan eksekusi atas barang jaminan fidusia.

 

Pada praktiknya, seringkali terdapat penerima fidusia yang tidak mendaftarkan Akta Jaminan Fidusianya ke Kantor Pendaftaran Fidusia. Bisa karena kurangnya informasi, maupun karena akta tersebut tidak dibuat di hadapan notaris.

 

Pembuatan Akta Jaminan Fidusia di hadapan notaris memang membutuhkan biaya lebih. Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia, Pasal 18 mengatur biaya pembuatan akta yang besarnya ditentukan berdasarkan nilai penjaminan; mulai dari 1% hingga 2,5% nilai penjaminan. Untuk menghindari biaya tersebut, banyak perjanjian fidusia yang akhirnya dibuat dengan Akta Jaminan Fidusia di bawah tangan.

 

Masalahnya dengan Akta Jaminan Fidusia di bawah tangan adalah akta tersebut tidak dapat didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia. Tidak dapat dilakukan eksekusi langsung terhadap benda jaminan fidusia yang tidak terdaftar dan tidak memiliki Sertifikat Jaminan Fidusia. Ini karena jaminan fidusia baru lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya Jaminan Fidusia (Pasal 14 ayat (3) UU Jaminan Fidusia). Peraturan Menteri Keuangan No.130/2012 juga telah menegaskan dalam Pasal 3 bahwa Perusahaan Pembiayaan dilarang melakukan penarikan benda jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor apabila Kantor Pendaftaran Fidusia belum menerbitkan Sertifikat Jaminan Fidusia dan menyerahkannya kepada Perusahaan Pembiayaan.

 

Dalam hal ini, yang dapat dilakukan kreditur adalah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri. Perjanjian jaminan fidusia adalah perjanjian yang assesoir terhadap perjanjian pokoknya, yaitu perjanjian kredit. Meskipun perjanjian jaminan fidusianya tidak pernah lahir karena tidak didaftarkan, kreditur dan debitur masih terikat perjanjian kredit. Sehingga kreditur tetap dapat mengajukan gugatan untuk meminta pelunasan utang dari debitur.

 

Namun tentu proses berperkara di Pengadilan Negeri akan memakan waktu yang lebih lama dan biaya tambahan. Maka itu, pendaftaran jaminan fidusia sangat penting untuk dilakukan; demi kepastian hukum dan juga perlindungan bagi penerima fidusia.