Berbicara tentang hukum pajak, adalah berbicara mengenai prespektif unik dalam suatu cabang hukum. Dibanding cabang ilmu hukum lainnya, pajak memiliki karakteristik yang sedikit berbeda.  Baik dari segi penundukan dari cabang ilmu lain, hingga pengenaannya.

Hukum pajak pada dasarnya bersifat otonom. Prinsip ini menegaskan bahwa hukum pajak memiliki otonomi dan independensi tersendiri dalam menentukan prinsipnya. Termasuk bagaimana penyesuaian dan penundukannya terhadap cabang ilmu hukum lainnya. Prinsip inilah yang tersebar dan mendasari di dalam Undang-Undang Perpajakan.

Selanjutnya, berdasarkan akibat penggunaan prinsip otonomi tersebut, maka dapat dilihat bahwa pajak mengandung prinsip riil. Yakni, yang pengenaan pajaknya adalah berasarkan fakta yang sebenar-benarnya terjadi. Bukan fakta yang direkayasa. Prinsip ini dinyatakan dinyatakan dalam Undang-Undang melalui mandat yang diberikan kepada otoritas pajak yang berwenang, dalam penentuan apakah sebuah transaksi dalam keadaan yang sebenarnya (riil) atau tidak.

Dalam penentuan orisinalitas sebuah transaksi, perlu diperhatikan faktor biaya yang dapat mengurangi penghasilan seseorang. Ada biaya yang dapat menjadi pengurangan penghasilan, ada biaya yang tidak dapat menjadi pengurangan. Jika sebuah biaya merupakan modal (share), maka biaya ini dianggap deviden dan tidak dapat menjadi pengurangan. Ini adalah contoh biaya yang tidak dapat menjadi pengurangan.

Pada dasarnya, Pajak Penghasilan mengandung prinsip subyektif (pribadi / personlijk). Hal ini sebagai konsekuensi dari prinsip riil tersebut. Sebab, dengan sebuah cabang ilmu menundukkan diri pada keadaan yang sebenar-benarnya, maka perlu dilihat pula bagaimanakah kondisi subyektif seorang subyek wajib pajak. Hal ini sebagaimana ternyata dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Namun, prinsip subyektif pajak ini kecualikan pada Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang, melalui hal-hal apa saja yang dilihat secara obyektif dari pajak. Bahwa keadaan apapun, entah seorang rugi apa untung, tetap dikenakan pajak. Ini semata-mata fokus pada transaksi yang dilakukan bukan pada hasil (output) dari transaksi tersebut.

Selanjutnya, pengenaan pajak penghasilan tersebut mengandung sifat langsung. Tidak seperti pajak pertambahan nilai (PPn) yang bebannya dapat dipindahkan kepada pihak ketiga, misalnya pembeli. Pada pajak penghasilan pengenaan pajak adalah kepada obyek penghasilan si wajib pajak. Jadi kewajiban tersebut tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain.