Kelaiklautan kapal, berdasarkan Pasal 1 poin 33 jo. Pasal 117 ayat 2 UU Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, didefinisikan sebagai keadaan kapal yang memenuhi persyaratan  keselamatan kapal, yaitu ketika sebuah kapal memenuhi persyaratan material, konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, elektronik kapal, yang dibuktikan dengan sertifikat setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian;

Selanjutnya dalam pengoperasian kapal memenuhi persyaratan untuk berlayar diperairan tertentu dalam hal pencegahan pencemaran perairan dari kapal, pengawakan, garis muat, pemuatan, kesejahteraan Awak Kapal dan kesehatan penumpang, status hukum kapal, manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal, dan manajemen keamanan kapal untuk berlayar di perairan tertentu.

Menurut Pasal 117 UU Pelayaran, keselamatan dan keamanan pengangkutan perairan baru dapat terjadi ketika persyaratan kelaiklautan kapal dan kenavigasian terpenuhi. Pemenuhan setiap persyaratan kelaiklautan kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu kondisi terpenuhinya persyaratan kelaiklautan kapal; dan kenavigasian. Yang dibuktikan dengan sertifikat dan surat kapal.

Keselamatan kapal merupakan hal yang penting dalam pelayaran nasional maupun internasional. Sebuah kapal yang dinyatakan memenuhi persyaratan keselamatan kapal diberi sertifikat keselamatan oleh Menteri (pasal 126 ayat 1 UU 17/2008), sedangkan terhadap kapal yang telah memperoleh sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan penilikan secara terus-menerus sampai kapal tidak digunakan lagi. Pemeriksaan dan pengujian serta penilikan tersebut wajib dilakukan oleh pejabat pemerintah yang diberi wewenang dan memiliki kompetensi.

Syahbandar adalah pejabat pemerintah di pelabuhan yang diangkat oleh Menteri dan memiliki kewenangan tertinggi untuk menjalankan dan melakukan pengawasan terhadap dipenuhinya ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran.

Persyaratan keselamatan kapal merupakan tanggung jawab dari nahkoda[1] dan/atau Anak Buah Kapal[2] yang mana harus memberitahukan kepada Pejabat Pemeriksa Keselamatan. Kapal jika mengetahui kondisi kapal atau bagian dari kapal yang dinilai tidak memenuhi persyaratan keselamatan kapal (ayat 1 Pasal 128 UU 17/2008). Untuk itu pemilik, operator kapal dan Nahkoda. wajib membantu pelaksanaan pemeriksaan dan pengujian.

Pasal 130 UU 17/2008 menegaskan bahwa setiap kapal yang memperoleh sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 ayat (1) wajib dipelihara sehingga tetap memenuhi persyaratan keselamatan kapal dan oleh karenanya pemeliharaan kapal sebagaimana dimaksud adalah dilakukan secara berkala dan sewaktu-waktu. Kemudian dalam keadaan tertentu Menteri dapat memberikan pembebasan sebagian persyaratan.

Adapun permasalahan yang seringkali timbul terkait law inforcemen keselamatan kapal, adalah ketika sertifikat telah dikeluarkan, namun ternyata kapal tersebut tidak memenuhi syarat kelaiklautan kapal sehingga tidak memenuhi syarat keselamatan kapal sesuai peraturan perundang-undangan tentang pelayaran.

Sebenarnya, ketika sertifikat telah diperoleh, maka pejabat yang berwenang wajib terus menerus melakukan penilikan sampai kapal tidak digunakan lagi, guna memastikan-ulang kebenaran fakta syarat-syarat kelaiklautan kapal tersebut. Tidak hanya pejabat, Nahkoda dan/atau Anak Buah Kapal serta pemilik, dan operator kapal wajib mendukung pelaksanaan dan kepastian kelaiklautan kapal sebagaimana tersebut di atas.

Keadaan di mana dalam Surat Keterangan Susunan Perwira dinyatakan belum memenuhi syarat atau keadaan di mana nahkoda tidak ada dalam kapal, maka hal ini merupakan pelanggaran dalam pemenuhan persyaratan keselamatan kapal. Hal ini bukan sekedar tanggung jawab Syahbandar, maka Nahkoda dan/atau Anak Buah Kapal, serta pemilik dan operator kapal wajib bertanggung jawab atasnya.

 

[1] Menurut Pasal 1 angka 41, nakhoda adalah salah seorang dari awak kapal yang menjadi pemimpin tertinggi di kapal dan mempunyai wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

[2] Menurut Pasal 1 angka 42, Anak Buah Kapal adalah awak kapal selain nakhoda.