Rahasia Dagang, sebagaimana ternyata dalam Pasal 1 poin 1 UU Nomor 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang (“UU Rahasia Dagang”), didefinisikan sebagai berikut :

Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha dan dijaga kerahasiannya”.

Dari definisi tersebut dapat dilihat bahwa UU Rahasia Dagang tidak merinci dan menjelaskan secara detil tentang bentuk-bentuk informasi Rahasia Dagang. Untuk itu, dapat disimpulkan bahwa Undang-Undang telah menyerahkan perincian tersebut kepada praktek hukum.

Menurut Pasal 2 UU Rahasia Dagang, ruang lingkup dari rahasia dagang tersebut meliputi metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan atau informasi lain di bidang teknologi dan/atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi yang tidak diketahui masyarakat umum. Kesimpulannya, Rahasia Dagang merupakan informasi yang tidak diungkapkan (undisclosed informatios), oleh karena itu harus dijaga kerahasiaannya dengan sebagaimana mestinya.

Selanjutnya, perlu diperhatikan bahwa salah satu elemen dari definisi rahasia dagang adalah adanya penjagaan rahasia. Hal ini dipertegas pada Pasal 3 UU Rahasia Dagang. Bahwa informasi rahasia yang merupakan identitas dari rahasia dagang harus hanya diketahui oleh pihak tertentu (tidak secara umum oleh masyarakat), dan si pemiliknya (atau pihak yang menguasainya) telah melakukan langkah-langkah upaya penjagaan rahasia yang layak dan patut.

Upaya tersebut dilakukan dengan berbagai cara, misalnya tidak membukanya kepada karyawan, membuat perjanjian non disclosure dengan karyawan yang karena tugas dan tanggung jawabnya terpaksa harus mengetahui rahasia dagang tersebut, serta bentuk-bentuk upaya perlindungan lainnya.

Rahasia dagang tersebut, menurut UU Rahasia Dagang tidak perlu didaftarkan atau dicatatkan. Sebab, dengan didaftarkan, maka informasi pada rahasia dagang tersebut akan terkuak ke publik dan sifat kerahasiaannya tidak terdapat lagi. Kepemilikan rahasia dagang otomatis dimiliki oleh pemegang haknya, ketika unsur-unsur obyek atas hak rahasia dagang terpenuhi.

Adapun pencatatan rahasia dagang wajib dilakukan hanya saat terjadi saat pengalihan hak, yaitu atas terjadinya pewarisan, hibah, wasiat perjanjian tertulis atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan undang-undang. Salah satu bentuk pengalihan hak adalah dengan pemberian lisensi. Lisensi, dalam Pasal 1 angka 5 UU Rahasia Dagang, didefinisikan sebagai izin yang diberikan oleh pemegang hak rahasia dagang kepada pihak lain melalui perjanjian pemberian hak (bukan pengalihan hak). Dengan diberikan lisensi, maka penerima hak akan menikmati manfaat ekonomi dari Rahasia Dagang yang diberikan perlindungan, melalui jangka waktu dan syarat tertentu.

Misalnya, jika perusahaan yang Bapak dirikan ingin melisensikan kepada pihak lain untuk menggunakannya, maka lisensi tersebut harus didaftarkan. Dengan dicatatkannya lisensi, bukan berarti isi dari kerahasiaan tersebut juga diungkapkan kepada kementerian, melainkan hanya perjanjian lisensinya saja. Bahkan pada praktiknya, jarang sekali yang mendaftarkan lisensi tersebut di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Indonesia.