Perbedaan titipan dan pinjam meminjam dalam kehidupan sehari-hari hampir tidak pernah bersinggungan satu dengan lainnya. Namun, secara hukum pengertian titipan dan pinjam meminjam seringkali bersinggungan. Ketika transaksi bisnis sudah memberikan hubungan hukum, disinilah pelaku usaha (atau subyek hukum) harus mencermati konstruksi hukum apa yang terjadi pada hubungan hukum tersebut.

Dalam Pasal 1754 KUHPerdata, pinjam meminjam didefinisikan sebagai perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang akan mengembalikan jumlahnya sama dari macam dan keadaan yang sama pula. Sedangkan berdasarkan Pasal 1694 KUHPerdata, penitipan terjadi jika seorang menerima barang dari orang lain, dengan syarat ia akan menyimpannya dan mengembalikannya dalam wujud asal.

Persinggungan antara pinjam meminjam dan penitipan ini adalah dalam hal kepemilikannya. Dalam hal penitipan, si penitip dapat sewaktu-waktu meminta barang yang dititipkannya tersebut (Pasal 1725 KUHPerdata). Jika barang yang dititipkan tidak dapat dikembalikan, maka si penerima titipan dapat diancam pidana penggelapan sesuai dengan Pasal 372 KUHP.

Sedangkan dalam hal perjanjian pinjam meminjam, obyek hutang piutang berada di ranah hukum perdata, sehingga tidak bisa ditarik ke ranah pidana sebagaimana terjadi pada pnenitipan. Dalam perjanjian pinjam meminjam, ditentukan batas waktu pembayarannya, yang mana menentukan waktu / saat dimana si pemberi pinjaman dapat menagih pengembalian hutangnya secara sepihak, sebab hutang hanya bisa ditagih ketika jatuh tempo pembayaran. Dalam hal terjadi sengketa, maka dapat diajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri.

Untuk itu, saat transaksi bisnis, sebagai pelaku usaha harus jeli dalam mencermati mana konstruksi pinjam meminjam mana yang berupa penitipan. Jangan sampai, dalam hal hubungan hukum yang terjadi adalah penitipan namun yang menerima titipan memperlakukan obyek seperti terjadi pinjam meminjam.