Berbicara tentang sita jaminan secara yuridis, maka terkait dengan pengaturan Pasal 227 jo. PAsal 197 HIR atau Pasal 261 jo. Pasal 206 RBG. Sita jaminan tidak memiliki korelasi langsung dengan jaminan atas pembiayaan. Namun sebuah bagian dari rangkaian kegiatan yang diambil oleh pengadilan untuk melindungi obyek sengketa.

Sita jaminan merupakan tindakan hukum yang diambil oleh pengadilan mendahului pemeriksaan pokok perkara atau mendahului putusan. Adakalanya, sita jaminan telah diletakkan atas harta sengketa, sebelum atau pada saat pengadilan memeriksa pokok perkara. Namun sebelum hakim menjatuhkan putusan.

Sita jaminan merupakan tindakan hukum yang sangat eksepsional. Pengabulan sita jaminan sendiri, merupakan tindakan hukum pegecualian, yang penerapannya harus dilakukan pengadilan dengan segala pertimbangan yang matang, bukan secara serampangan dan tanpa alasan. Ini menghindari jangan sampai, sita telah diletakkan tetapi gugatan ditolak oleh pengadilan.

Pada hakekatnya, sita jaminan merupakan perintah perampasan atas harta sengketa atau harta kekayaan tergugat. Perintah perampasan dikeluarkan pengadilan dalam surat penetapan permohonan. Perampasan ini ada yang bersifat permanen dan bersifat temporer. Bersifat permanen adalah apabila sita dilanjutkan dengan perintah penyerahan kepada penggugat berdasarkan keputusan yang berkekuatan hukum tetap atau atas jaminan yang dilanjutkan kelak dengan penjualan lelang. Sedangkan perampasan temporer, adalah perintah yang didasarkan surat penetapan pada saat sidang mulai atau sedang berlangsung, namun putusan belum dijatuhkan.

Sita jaminan ini seringkali menimbulkan penyalahgunaan di dalam praktek, sebagai akibat kekeliruan menafsirkan arti sita jaminan sebagai perampasan mutlak. Sita jaminan sebagai tindakan perampasan harta sengketa bukan bersifat mutlak, terlepas hak dan penguasaan serta pengusahaan barang yang disita dari tangan tergugat. Oleh karena itu, agar tidak terjadi kesalahpenafsiran, perlu acuan yang tepat dalam memberlakukan obyek sita jaminan oleh hakim, yaitu : (1) Sita jaminan semata-mata hanya sebagai jaminan; (2) Hak atas benda sitaan tetap dimiliki tergugat ; (3) Penguasaan benda sitaan tetap dipegang tergugat.

Kesimpulannya, sita jaminan hanya bertujuan menjaga keutuhan obyek sengketa selama prose’s berlangsung. Dengan adanya perintah sita atas obyek gugatan, maka secara hukum telah menjamin keutuhan keberadaan barang yang disitu. Untuk itu, agar tujuan dapat tersampaikan dengan baik, maka penegak hukum dan masyarakat perlu memahami arti sita jaminan dengan baik dan benar sesuai dengan acuan-acuan di atas.