Loyalitas merek atau dikenal dengan istilah brand loyalty, menurut Durianto, merupakan suatu ukuran keterlibatan konsumen pada sebuah merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran mengenai dimungkinkannya seorang konsumen beralih ke produk bermerek lain. Terutama, jika pada merek tersebut, terdapat perubahan harga atau spesifikasi lainnya.

Loyalitas merek ini tidak dapat terjadi dengan sendirinya, melainkan perlu adanya pembinaan, pengelolaan dan pemanfaatan yang efektif sehingga mampu menjadi aset strategis bagi perusahaan. Lebih khusus lagi, menurut Durianto, manfaat loyalitas merek, adalah sebagai berikut :

–       Reduced marketing cost (mengurangi biaya pemasaran, yakni dengan strategi mempertahankan pelanggan, bukan sekedar terus menerus berupaya untuk mencari pelanggan baru)

–       Trade leverage (meningkatkan perdagangan dan memperkuat keyakinan perantara pemasaran)

–       Attracting new customers (seorang pelanggan yang puas akan sebuah produk akan menimbulkan minat bagi calon pelanggan  baru untuk mengkonsumsi merek tersebut. Strategi ini cocok bagi produk tertentu yang rentan akan resiko)

–       Provide time to respond to competitive threats (jika salah satu pesaing mengembangkan produk yang unggul, maka konsumen yang loyal akan memberikan waktu dan ruang bagi perusahaan tersebut untuk memperbaharui produknya)

Kesetiaan pada sebuah merek, bukan hanya diperuntukkan bagi si pemakai produk. Namun juga bagi pihak internal. Loyalitas pihak internal akan sebuah brand memegang peranan penting, sebab loyalitas inilah yang menjadi daya tarik khusus kepada pihak eksternal (konsumen sesungguhnya).

Misalnya, pada beberapa produk yang menggunakan seorang artis sebagai brand ambassador, seringkali ditemukan oleh wartawan bahwa artis tersebut menggunakan produk lain. Atau pada sebuah kantor studio televisi, para pekerjanya seringkali didapatkan masih mengkonsumsi tontonan dari stasiun televisi lainnya. Inilah beberapa ironi yang seringkali menjadi pertentangan dalam brand loyalty tersebut.

Perusahaan seringkali sibuk meyakinkan pelanggan agar komitmen menggunakan produknya. Bahkan, perusahaan berani memberikan budget tinggi bagi pemasaran produk, hanya untuk menciptakan konsumen-konsumen yang setia dan yakin bahwa produk tersebut adalah produk yang unggul. Namun, jika pelanggan saja didorong untuk loyal terhadap merek, bagaimana dengan karyawan internal?

Disney memiliki cara unik dalam membangkitkan loyalitas mereknya. Cara unik ini adalah dengan pembuatan sistem, ayang mana dimulai dari rekrutmen, pelatihan, hingga kebijakan SDM agar mampu mencerminkan atribut dan semboyan yang terkandung dalam merek Disney. Hal ini semata-mata agar para karyawan benar-benar mengerti dan paham akan makna merek Disney.

Brand loyalty karyawan sebagai pihak internal, memiliki makna yang lebih luas dan tuntutan yang lebih berat. Usaha ini bukan hanya merupakan pembuktian dari hasil kerja keras dan kecintaan pekerja akan perusahaannya, namun juga bagaimana pemberi usaha mampu menanamkan nilai-nilai tertentu untuk mencuri hati pekerjanya dan loyal terhadap produknya. Termasuk dengan melibatkan edukasi karyawan, membangun komunikasi yang sehat dengan karyawan, dan berbagai usaha lain.

Agar brand loyalty dapat terimplementasi efektif secara internal, karyawan harus dijadikan sebagai tulang punggung dalam kehidupan brand. Cara ini dapat dipakai mulai dari tahap perekrutan karyawan baru, penanaman antusiasme dan gairah karyawan, pemahaman esensi dan nilai yang terkandung dalam setiap attribute, hingga brand promise.

Selanjutnya, perusahaan juga harus introspeksi dan evaluasi terhadap internal brand loyalty tersebut, apakah para pekerjanya benar-benar loyal atau tidak. Untuk mendetksi loyalitas tersebut, maka perlu dilakukan uji struktur kognitif, struktur efektif dan struktur konatif. Sehingga tersusun arah, tingkat kesukaan, prefensi dan niat dalam keputusan pekerja dalam pembelian.