Hukum pidana baik materil dan formil merupakan hukum yang istimewa, dimaksudkan untuk melindungi manusia terhadap pelanggaran hak-haknya. Hukum juga melindungi hak-hak orang untuk bergerak ke mana saja yang ia kehendaki, sedangkan hukum pidana mengenal pidana penjara dan hukum acara pidana mengenal penahanan. Hukum melindungi ketentraman rumah tangga tiap-tiap individu maupun keluarga sedangkan hukum acara pidana mengenal penggeledahan rumah menurut cara dan batas yang ditentukan oleh undang-undang.

Perlindungan terhadap ketentraman rumah atau tempat kediaman orang merupakan salah satu dasar hak asasi manusia. Dengan sendirinya pelanggaran terhadap asas tersebut merupakan hal yang serius, dalam KUHP yakni pada Pasal 167 dan Pasal 249 KUH yang berbunyi :

Pasal 167 KUHP
“barang siapa dengan melawan hukum masuk dengan paksa ke dalam, atau dengan melawan hukum ada tinggal di dalam rumah atau tempat yang tertutup yang dipakai oleh orang lain, dan tidak dengan segera pergi dari tempat itu, atas permintaan orang yang berhak atas permintaan atas nama yang berhak di pidana penjara selama-lamanya Sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya tiga ratus rupiah”

Pasal 249 KUHP
“Pegawai Negeri yang dengan melampaui batas kekuasaannya atau denga tidak memperlihatkan peraturan yang ditentukan dalam undang-undang umum, masuk ke dalam rumah atau ke dalam ruangan atau pekarangan yang tertutup, yang dipakai oleh orang lain, tidak dengan kemauan orang itu atau jika pegawai negeri itu dengan melawan hukum ada di tempat itu dan tidak dengan segera ia pergi, dari tempat setetelah diperintahkan oleh atau atas nama yang berhak, dipidana penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah.”
Dalam peraturan perundang-undangan tersebut diatur dalam hal-hal apa menurut cara bagaimana dan pejabat mana saja yang diperblehkan untuk melakukan penggeledahan itu. Menggeledah atau memasuki kediaman orang dalam rangka menyelidik atau melakukan penggeledahan menurut hukum acara pidana haruslah diatur secara cermat dan memerlukan batasan yang pasti, artinya menggeledah juga dapat dilakukan tidak hanya untuk mencari kesalahan seseorang tetapi juga dapat digunakan untuk mencari ketidaksalahannya, oleh karena itu penyidik yang bertugas haruslah mengikuti tata cara melakukan penggeledahan yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan.

Dalam KUHAP ditentukan bahwa penyidik atau anggota kepolisian yang ditugaskan untuk melakukan penggeledahan atau memasuki rumah orang harus mengikuti tata cara sebagaimana diatur dalam Pasal 33 KUHAP yaitu :

1. Dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat penyidik dalam melakukan penyidikan dapat mengadakan penggeledahan rumah yang diperlukan;
2. Dalam hal yang dierlukan atas perintah tertulis dari penyidik, petugas kepolisian negara Republik Indonesia dapat memasuki rumah.
3. Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan oleh dua orang saksi dalam hal tersangka atau penghuni menyetujuinya.
4. Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi, dalam hal tersangka atau penghuni menolak atau tidak hadir.
5. Dalam waktu dua hari setelah memasuki dan atau menggeledah rumah, harus dibuat suatu berita acara dan turunannya disampaikan kepada pemilik atau penghuni rumah yang bersangkutan.
Dari pasal tersebut dapat menimbulkan pertanyaan, apakah izin yang diberikan oleh ketua pengadilan tersebut merupakan suatu keharusan? Untuk menjawab hal tersebut pasal berikutnya memberikan penjelasan yakni dalam :

Pasal 34
1. Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 33 ayat (5) penyidik dapat melakukan penggeledahan :
a. Pada halaman rumah tersangka bertempat tinggal, berdiam atau ada dan yang ada di atasnya;
b. Pada setiap tempat lain tersangka bertempat tinggal, berdiam, atau ada;
c. Di tempat tindak pidana melakukan atau terdapat bekasnya;
d. Di tempat penginapan dan tempat umum lainnya
2. Dalam hal penyidik melakukan penggeledahan seperti dimaksud dalam ayat (1) penyidik tidak diperkenankan memeriksa atau menyita surat, buku, dan tulisan lain yang tidak merupakan benda yang berhubungan dengan tindak pidana yang bersangkutan, kecuali benda yang berhubungan dengan tindak pidana yang bersangkutan atau yang diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dan untuk wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat guna memperoleh persetujuannya.

Disamping batasan-batasan yang ditentukan tersebut di muka untuk melakukan penggeledahan, ditambahkan pula dalam Pasal 35 KUHAP kecuali dalam hal tertangkap tangan, penyidik tidak diperkenankan memasuki :
1. Ruang dimana sedang berlangsung siding Majelis Permusyawaratana Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, atau Dewan Perwakilan Daerah;
2. Tempat dimana sedang berlangsung ibadah dan upacara atau keagamaan;
3. Ruang dimana sedang berlangsung sidang pengadilan

Hal-hal demikianlah merupakan batasan yang harus diketahui serta tata cara dalam melakukan penggeledahan, yang mana merupakan cara-cara perlindungan hak asasi manusia yaitu hal-hal yang hanya dapat diterobos jika dalam keadaan mendesak yaitu dalam hal berhubungan dengan delik yang disangkakan kepada tersangka tersebut.