Merger atau Akuisisi merupakan salah satu aksi korporasi yang berkaitan erat dengan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 05 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Indonesia menganut sistem post-notification dalam mengawasi merger dan akuisisi. Post-notification adalah pemberitahuan atas adanya merger dan akuisisi dilakukan setelah transaksi tersebut efektif secara yuridis. Apabila suatu badan usaha akan melakukan merger dan akuisisi, maka harus dijalankan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku, jika tidak demikian, maka Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) berhak untuk membatalkan merger dan akuisisi. Dengan adanya sistem post-notification tersebut maka, apabila ada temuan pelanggaran dari KPPU atas kewajiban pelaku usaha melakukan pemberitahuan kepada KPPU, berdasarkan Pasal 47 ayat (2) huruf e UU Nomor 05 Tahun 1999, maka KPPU dapat menjatuhkan sanksi berupa penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan tersebut.

Maka, sebelum melakukan merger ataupun akuisisi, Pelaku Usaha dapat melakukan konsultasi tertulis terlebih dahulu sebagaimana tertulis pada Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 kepada KPPU, sebelum melaksanakan merger ataupun akuisisi. Setelah melakukan konsultasi kepada KPPU, maka berdasarkan saran KPPU, pelaku usaha dapat mempertimbangkan hasil konsultasi tersebut untuk menjalankan merger ataupun akuisisi. Penulis berpendapat hal ini menjadi poin penting untuk memperkecil pelanggaran yang mungkin akan terjadi dan akan menjadi penilaian bagi KPPU atas kewajiban pemberitahuan kepada KPPU yang dilakukan setelah transaksi merger ataupun akuisisi dilakukan.

Jika dilihat dari Peraturan KPPU Nomor 3 Tahun 2019 Tentang Penilaian Terhadap Penggabungan Atau Peleburan Badan Usaha, Atau Pengambilalihan Saham Perusahaan Yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli Dan/Atau Persaingan Usaha Tidak Sehat, KPPU dalam mengawasi proses merger ataupun akuisisi memiliki dua jenis penilaian, yaitu penilaian yang dilakukan sebelum merger ataupun akuisisi (pra-notification) dan penilaian yang dilakukan setelah adanya merger ataupun akuisisi (post-notification). Penilaian pada tahap pra-notification adalah dengan melakukan konsultasi ke KPPU sedangkan penilaian pada tahap post-notification adalah dengan mekanisme pemberitahuan.

Setelah melakukan hal-hal yang telah disebutkan diatas, maka tahap selanjutnya adalah hasil penilaian dari KPPU. Mengacu pada Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 hasil penilaian yang dilakukan oleh KPPU atas konsultasi (pra-notification) yang dilakukan sebelum pelaku usaha melakukan merger ataupun akuisisi berupa  saran, bimbingan, dan/atau pendapat tertulis. Perlu diketahui bahwa hasil penilaian tersebut bukan merupakan persetujuan atau penolakan terhadap rencana merger ataupun akuisisi. Sedangkan hasil penilaian atas kewajiban melakukan pemberitahuan kepada KPPU (post notification) menurut Pasal 18 Peraturan KPPU Nomor 3 Tahun 2019 adalah Penetapan Notifikasi yang memuat pendapat atas Penggabungan, Peleburan, atau Pengambilalihan Saham dan/atau Aset Perusahaan, berupa:

  1. Tidak adanya dugaan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yang diakibatkan Penggabungan, Peleburan, atau Pengambilalihan Saham dan/atau Aset Perusahaan; atau
  2. Adanya dugaan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yang diakibatkan Penggabungan, Peleburan, atau Pengambilalihan Saham dan/atau Aset Perusahaan.

Pada akhirnya penulis berpendapat bahwa jika para pelaku usaha hendak melakukan merger ataupun akuisisi maka sebaiknya adalah melakukan konsultasi terlebih dahulu kepada KPPU, dengan melakukan konsultasi maka, pelaku usaha dapat mengetahui gambaran tentang merger ataupun akuisisi tersebut. Lebih lagi, konsekuensi dari Penetapan Notifikasi yang dilakukan oleh KPPU memang tidak diatur secara jelas pada Peraturan KPPU Nomor 3 Tahun 2019. Tetapi jika penetapan notifikasi nya adalah adanya seperti pada poin nomor 2 diatas, maka proses dari penetapan tersebut akan menjadi lebih panjang. Dan akan memakan biaya serta waktu yang tidak sedikit, sehingga jika dilihat dari kacamata pelaku usaha hal tersebut adalah sangat tidak efisien.