Salah satu upaya yang dilakukan untuk memperbaiki sistem pedagangan pasar modal dikenal dengan perdagangan saham tanpa warkat atau stripless trading. Secara sederhana, scripless trading adalah sistem perdagangan secara elektronik yang merubah sertifikat saham ke dalam bentuk elektronik. Sebelum adanya stripless trading ini, sistem perdagangan yang digunakan adalah sistem perdagangan manual (paper based), dimana efek-efek diperdagangkan dalam bentuk fisik dan penyerahannya dilakukan secara konvensional dengan menyerahkan bentuk fisik efek tersebut berupa sertifikat atau warkat. Namun sejak diberlakukannya scripless trading, maka penyelesaian transaski efek terjadi tanpa adanya penyerahan fisik sertifikat atau warkat efek antara anggota bursa jual dan anggota bursa beli.

Kehadiran scripless trading di bidang pasar modal merupakan suatu sistem yang baru dan modern serta mengikuti perkembangan teknologi saaat ini. Di dalam Pasal 55 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM), disebutkan bahwa :

“Penyelesaian transaksi bursa dapat dilaksanakan dengan penyelesaian pembukuan, penyelesaian fisik, atau cara lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah”.

Pada penjelasan umum terkait pasal di atas, yang dimaksud dengan “penyelesaian pembukuan” (book entry settlement) adalah pemenuhan hak dan kewajiban yang timbul sebagai akibat adanya transaksi bursa yang dilaksanakan dengan cara pengurangkan efek dari rekening efek yang satu dan menambahkan efek tersebut pada rekening efek yang lain pada kustodian, yang dalam hal ini dapat dilakukan secara elektronik. Jadi, penyelesaian transaksi bursa dengan jalan pembukuan merupakan cara penyelesaian transaksi dalam hal terjadinya scripless trading. Pasal inilah yang menjadi dasar hukum dalam pelaksanaan scripless trading.

Namun hal yang menjadi krusial terkait scripless trading ini adalah terkait pembuktian kepemilikan bagi pemegang saham tanpa warkat. Seperti penjelasan di atas bahwa melalui transaksi scripless trading ini, lembaran fisik sertifikat saham diubah menjadi data elektronik dengan sistem pemindahbukuan yang tercermin melalui rekening efek yang tercatat pada LPP. Maka dalam hal ini, sebagai pegangan bukti kepemilikan saham, anggota bursa efek beli (pembeli efek/saham) akan menerima laporan tertulis atau konfirmasi tertulis transaksi efek yang dilakukan melalui scripless trading.

Berdasarkan Pasal 164 HIR dan 284 Rbg menyebutkan alat-alat bukti yang sah menurut hukum acara perdata adalah surat, saksi, pengakuan, sumpah, dan persangkaan hakim, maka laporan tertulis mengenai transaksi pada perusahaan efek ini termasuk dalam alat bukti surat dan dipersamakan dengan akta autentik sebagaimana yang diatur dalam Pasal 165 HIR. Dikatakan bahwa dipersamakan dengan akta autentik dikarenakan konfirmasi tertulis ini sudah ditandatangani oleh pihak yang berwenang dalam perusahaan efek yang bersangkutan sebelum diberikan kepada pembeli efek.

Kemudian mengingat Laporan tertulis tersebut merupakan hasil print-out dari konfirmasi yang diberikan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) kepada pemegang rekening efek melalui sistem jaringan yang terhubung, maka hal ini sejalan dengan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang menyebutkan bahwa “Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah”.

Dengan demikian, laporan tertulis atau konfirmasi tertulis ini dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah dalam kepemilikan efek yang dilakukan melalui scripless trading.