Hak tanggungan adalah hak yang lahir dari suatu perjanjian yang bersifat assesoir yang mengikuti perikatan pokok, dan yang merupakan utang yang menjadi dasar bagi lahirnya hak tanggungan tersebut. Pemberian hak tanggungan pada dasarnya diperuntukan sebagai jaminan pelunasan hutang kepada kreditor sehubungan dengan perjanjian yang mengikatnya, walaupun UU 4/1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (selanjutnya disebut “UU Hak Tanggungan”) tidak secara eksplisit menyatakan dirinya tidak memaksa, akan tetapi beberapa pasal dalam UU tersebut secara tidak langsung memiliki bunyi yang bersifat memaksa, yakni pada :
Pasal 6
“apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut”

Mengingat ketentuan pasal tersebut bersifat memaksa, maka pada dasarnya ketentuan tersebut wajib untuk ditaati dan tidak dimungkinkan untuk dilakukan penyimpangan, oleh karena itu jika salah satu pihak dalam suatu perjanjian utang piutang hendak mengalihkan piutang serta hak tanggungan yang dimilikinya hal tersebut harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan memperhatikan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam UU Hak Tanggungan, ketentuan mengenai peralihan atau pemindahan hak tanggungan telah diatur dalam Pasal 16 UU Hak Tanggungan yang menyebutkan sebagai berikut :
1. Jika Piutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan beralih karena cessie, subrogasi, pewarisan, atau sebab-sebab lain, Hak Tanggungan tersebut ikut beralih karena hukum kepada kreditor yang baru.
2. Beralihnya Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didaftarkan oleh kreditor yang baru kepada Kantor Pertanahan.
3. Pendaftaran beralihnya Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan mencatatnya pada buku-buku tanah Hak Tanggungan dan buku tanah hak atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertipikat Hak Tanggungan dan sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan.
4. Tanggal pencatatan pada buku tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah tanggal hari ketujuh setelah diterimanya secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftaran beralihnya Hak Tanggungan dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, catatan itu diberi bertanggal hari kerja berikutnya.
5. Beralihnya Hak Tanggungan mulai berlaku bagi pihak ketiga pada hari tanggal pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)

Sehingga berdasarkan ketentuan di atas dapat diketahui secara tegas bahwa hak tanggungan dapat beralih kepada pihak lain yakni melalui cessie, subrogasi, atau sebab-sebab lain sebagaimana disebutkan dalam Pasal 16 ayat (1) UU Hak Tanggungan, adapun cessie dan subrogasi yang dimaskud dalam pasal tersebut merupakan akibat dari ketentuan yang digariskan dalam KUH Perdata yakni dalam :

1. Pasal 584
“hak milik atas suatu kebendaan tak dapat diperoleh dengan cara lain, melainkan dengan pemilikan, karena pelekatan, karena kedaluawarsa, karena pewarisan, baik menurut undang-undang maupun menurut surat wasiat, dan dengan penunjukan atau penyerahan berdasarkan atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan Hak Milik, yang dilakukan oleh orang yang berhak berbuat bebas terhadap kebendaan itu”

2. Pasal 1400
“subrogasi atau penggantian hak-hak si berpiutang oleh seorang pihak ketiga yang membayar kepada si berpiutang itu, terjadi, baik dengan persetujuan, maupun demi undang-undang”

Melalui penjelasan-penjelasan di atas kita ketahui bahwa beralihnya suatu hak tanggungan dapat terjadi karena cessie maupun subrogasi yang dilakukan oleh salah satu pihak pada suatu perjanjian utang piutang, adapun akibat dari peralihan tersebut juga menyebabkan hak tanggungan yang dimiliki akan ikut beralih kepada kreditor yang baru sebagaimana ketentuan peralihan utang piutang yang terjadi.