Dalam lingkup perusahaan kita sering mendengar tentang akuisisi, yang mana hal tersebut tak jarang dilakukan oleh suatu perusahaan. Pasal 125 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas mendefinisikan akuisisi sebagai berikut “Pengambilalihan dilakukan dengan cara pengambilalihan saham yang telah dikeluarkan dan/atau akan dikeluarkan oleh Perseroan melalui Direksi Perseroan atau langsung dari pemegang saham.” Sehingga dari definisi tersebut dapat terlihat bahwa terdapat kepentingan-kepentingan perseroan yang hendak diwujudkan melaului akuisisi.

Akusisi yang dilakukan oleh sebuah perusahaan sudah pasti memiliki alasan, alasan tersebut dapat kita ketahui diantaranya untuk mempercepat pertumbuhan unit bisnis, melindungi pasar, mengakuisisi produk tertentu dan lain sebagainya. Dalam Praktik bisinis kita mengenal 2 (dua) macam akuisisi yaitu akuisisi saham dan akusisi aset. Akuisisi saham ialah mengambil alih perusahaan lain dengan cara membeli saham perusahaan tersebut, baik dibeli secara tunai, ataupun menggantinya dengan sekuritas lain (saham atau obligasi). Sedangkan akuisisi aset adalah pengambilalihan perusahaan lain dengan cara membeli aktiva perusahaan tersebut.

Sebagai contoh PT. A mengakuisisi 100% saham PT. B, kemudian PT. A mengalihkan saham tersebut kepada PT. C sebesar 0.1 %, maka PT. A dapat dikategorikan sebagai pemegang saham terbanyak atas PT. B, dan memiliki hak sebagaimana tercantum dalam Pasal 52 UU No. 40 Tahun 2007.

Pertanyaannya ialah bagaimana terhadap status pengelolaan asetnya? Perlu diperhatikan kembali M. Yahya Harahap dalam bukunya Hukum Perseroan Terbatas (hal. 57) menjelaskan secara ringkas mengenai personalitas perseroan sebagai badan hukum yang pertama dan paling utama :

-Perseroan merupakan wujud atau entitas (entity) yang terpisah dan berbeda dari pemiliknya dalam hal ini dari pemegang saham (separate and distinct from its owner)
-Dengan demikian secara umum, eksistensi dan validitasnya, tidak terancam oleh kematian, kepailitan, penggantian atau pengunduran individu pemegang saham

Sehingga berdasarkan contoh dan penjelasan tersebut diketahui bahwa walaupun PT. A merupakan pemegang saham terbanyak atas PT. B, akan tetapi keduanya tetap merupakan 2 subjek hukum yang berbeda. Sehingga adapaun kekayaan/ aset yang dimiliki oleh masing-masing PT tetap menjadi kekayaan masing-masing PT tersebut. Dengan demikian aset milik PT. B merupakan bagian dari kekayaan PT. B itu sendiri dan tidak dapat dialihkan tanpa adanya persetujuan dan kesepakatan antara kedua belah pihak. Apabila PT. A hendak melakukan pengelolaan terhadap aset milik PT. B, maka hal tersebut harus dilakukan dengan kesepakatan kedua belah pihak dan tentunya tidak boleh bertentangan dengan Peraturan perundang-undangan yang berlaku.