Dalam menjalankan kegiatan usaha, Perseroan Terbatas (PT) memerlukan modal. Modal tersebut dapat dicari dengan berbagai cara, yaitu dengan mencari investor, melakukan pinjaman dengan bank atau pihak ketiga, ataupun dengan cara lain-lain. Salah satu cara adalah dengan menggunakan exchangeable loan agreement atau lebih dikenal dengan convertible bond.

Apa itu Exchangeable Loan Agreement? Exchangeable Loan Agreement adalah perjanjian hutang antara PT dengan PT lainnya dengan jaminan pembayaran hutang menggunakan saham milik PT sehingga PT yang melakukan pinjaman tidak dapat membayar, PT yang memberi pinjaman dapat melakukan eksekusi tersebut. Contoh Exchangeable Loan Agreement sebagai berikut:

PT. A membuat perjanjian dengan PT. B mengenai PT. A memberikan pinjaman kepada PT. B sebesar Rp 100.000.000.000,00 (seratus milyar rupiah) dimana PT. B memberikan jaminan yaitu 70 persen saham milik PT. B kepada PT. A untuk melunasi hutangnya jika hutang tersebut tidak dapat dibayar PT B.

Maka dengan contoh diatas, tentunya terdapat aspek-aspek hukum yang perlu yang perlu diperhatikan terutama aspek hukum perjanjian. Dalam hal dibentuknya perjanjian hutang antara PT. A dengan PT. B harus mengikuti syarat-syarat perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPer. Syarat-syaratnya sebagai berikut:

1. Sepakat, pengertian sepakat adalah dimana setiap pihak menyetujui atas setiap isi dari perjanjiaan yang dibuat. Kesepakatan sudah dimulai sejak para pihak menyetujui isi perjanjian yang mana hal tersebut merupakan didukung asas konsesualisme, namun untuk kepastian hukum tetap para pihak melakukan penandatangan sebagai pembuktian telah melakukan perjanjian. Sehingga dalam kasus diatas, PT. A dan PT. B harus terlebih dahulu sepakat mengenai isi perjanjian dan melakukan penandatangan atas perjanjian tersebut.

2. Cakap, pengertian cakap diatur dalam pasal 1330 KUHPer yang pada intinya orang dibawah pengampuan dan belum dewasa yaitu umur 21 tahun belum cakap melakukan perjanjian. Tidak hanya itu dalam Pasal 92 dan Pasal 103 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, perjanjian dapat ditandatangani oleh direksi atau karyawan dengan surat kuasa direksi.

3. Suatu hal tertentu dimaksud objek perjanjian harus diatur dalam perjanjian, maka dalam hal kasus diatas, objek perjanjian adalah mengenai hutang piutang.

4. Suatu yang halal, dalam hal ini dimaksudkan adalah perjanjian harus mengikuti peraturan perundang-undang yang berlaku, kesusilaan, dan ketertiban umum. Dalam hal ini kasus diatas, perjanjian hutang piutang memiliki jaminan konversi saham, maka perlu mengikuti ketentuan Pasal 125 Undang-Undang 40 tahun 2007 yaitu mengenai pengambilalihan saham. Dalam hal PT. B ingin melakukan pinjaman hutang dengan jaminan pengambilalihan saham, maka PT. B harus mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham karena yang memiliki sebuah PT adalah pemegang saham dan direksi wajib mengikuti ketentuan Rapat Umum Pemegang Saham. Tidak hanya itu, selain Undang-Undang nomor 40 Tahun 2007 masih ada ketentuan hukum-hukum yang lain seperti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal jika PT. A merupakan perusahaan asing ataupun peaturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perjanjian hutang piutang PT. A dengan PT. B.

Demikian aspek-aspek hukum mengenai Exchangeable Loan Agreement yang mengikuti ketentuan hukum perjanjian, hukum perseoran terbatas, dan peraturan-perundang-undangan yang lain yang berkaitan dengan perjanjian tersebut.