Perseroan Terbatas (PT) sebagai suatu badan hukum memiliki organ-organ yang bergerak untuk menjalankan kegiatan Perseroan. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020, Organ Perseroan terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan Dewan Komisaris.

Direksi menurut Pasal 1 Angka 5 UU PT adalah:

Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.”

Dalam melakukan pengurusan Perseroan, bagi Direksi dikenal konsep Fiduciary Duty atau tugas kepercayaan. Direksi sebagai Organ Perseroan yang melakukan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, memiliki Fiduciary Duty. Hal ini sejalan dengan pengertian Fiduciary Duty yang terjadi ketika seseorang berbuat demi kepentingan pihak lain dengan mengesampingkan kepentingan pribadinya. Menurut Black’s Law Dictionary, Fiduciary Duty adalah:

“the duty to act with the highest degree of honesty and loyalty toward another person and in the best interest of the other person (such as the duty that one partner owes to another)”

Mengenai tugas kepercayaan yang diemban oleh Direksi ini diatur dalam Pasal 97 ayat (2) UU PT yang menyatakan bahwa Direksi wajib melaksanakan pengurusan Perseroan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Ridwan Khairandy dalam bukunya Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia (hlm. 108) menjelaskan adanya dua komponen utama Fiduciary Duty Direksi, yang terdiri dari:

  1. Duty of Care: Direksi harus bertindak dengan kehati-hatian dalam membuat segala keputusan dan kebijakan Perseroan. Dalam membuat setiap kebijakan, Direksi harus tetap mempertimbangkan segala informasi-informasi yang ada secara patut dan wajar; dan
  2. Duty of Loyalty: Direksi bertanggung jawab untuk selalu berpihak kepada kepentingan perusahaan yang dipimpinnya. Direksi telah diberikan kepercayaan oleh Perseroan dan karenanya harus bertindak untuk kepentingan pemegang saham, kepentingan dan tujuan Perseroan, serta mengutamakan kepentingan Perseroan di atas kepentingan pribadi.

Penjelasan di atas juga sejalan dengan apa yang dinyatakan oleh Steven C. Peck dalam artikelnya Confidence and Trust That Encompasses the Fiduciary Relationship, California Business Lawyer, 28 Desember 2009, yang menyatakan mengenai fiduciary selaku pengemban Fiduciary Duty:

A fiduciary is someone who has undertaken to act for and on behalf of another in a particular matter in circumstances which give rise to a relationship of trust and confidence … A fiduciary is expected to be extremely loyal to the person to whom he owes the duty (“the principal”): he must not put his personal interests before the duty, and must not profit from his position as a fiduciary, unless the principal consents.”

Sehingga berdasarkan pengertian di atas, Direksi sebagai fiduciary atau pengemban tugas kepercayaan, telah dipercayakan oleh Perseroan untuk melaksanakan tugas pengurusan Perseroan dan karena itu wajib menjalankannya dengan loyal dan bertanggung jawab. Dalam hal Direksi mengabaikan tugas kepercayaannya dan menimbulkan kerugian bagi Perseroan, Pasal 97 ayat (3) UU PT mengatur bahwa Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila ia bersalah atau lalai menjalankan tugasnya dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.