Hak atas tanah, baik menurut ketentuan hukum adat maupun hukum agraria nasional berisi wewenang dan kewajiban. Wewenang yang ada pada hak atas tanah dapat dibedakan menjadi wewenang yang bersifat umum dan wewenang yang bersifat khusus. Wewenang yang bersifat umum diberikan kepada setiap pemegang hak secara umum, yaitu berupa wewenang untuk mempergunakan tanah yang dihakinya. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (2) UUPA yang menyatakan bahwa:

Hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat 1 Pasal ini memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi, air serta ruang yang ada di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi”.

Meskipun hak atas tanah adalah hak atas permukaan bumi, akan tetapi dari bunyi pasal 4 ayat (2) tersebut diketahui bahwa wewenang dari hak atas tanah tidak saja wewenang atas permukaan bumi saja, akan tetapi diperluas hingga wewenang juga menggunakan tubuh bumi, air serta ruang yang ada diatasnya, akan tetapi dengan batas-batas tertentu, yaitu penggunaannya harus untuk kepentingan yang berhubungan langsung dengan penggunaan tanahnya, serta harus menurut UUPA dan peraturan lainnya.

Kemudian dapat kita lihat wewenang yang diberikan ini ada pembatasannya, seperti misalnya bahwa penggunaan wewenang tersebut tidak boleh menimbulkan kerugian bagi pihak lain, bahwa dalam penggunaan dan pengusahaan tanah tidak boleh ada praktek-praktek pemerasan, hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 10 ayat (1) bahwa “setiap orang dan badan hukum yang mempunyai suatu hak atas tanah pertanian pada asasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan”.

Biarpun semua hak atas tanah memberi wewenang untuk menggunakan tanah yang dihaki, tetapi sifat-sifat khusus haknya, tujuan penggunaan tanahnya dan batas waktu penguasaannya merupaka tolak ukur pembeda antara hak atas tanah yang satu dengan hak atas tanah yang lainnya. oleh karena itu maka dalam hak atas tanah ini ada juga wewenang yang bersifat khusus.

Wewenang yang bersifat khusus ialah wewenang yang khusus diberikan kepada pemegang hak yang ditetapkan dalam surat keputusan pemberian haknya atau dalam perjanjian, wewenang ini tergantung pada macam haknya, sifat-sifat khusus haknya, tujuan penggunaan tanahnya dan batas waktu penguasaannya. Sebagai contoh dalam hal penggunaannya, wewenang dari Hak Guna Bangunan (HGB) akan berbeda dengan Hak Guna Usaha (HGU), kalo HGB diperuntukkan untuk mendirikan bangunan sedangkan HGU untuk usaha-usaha dibidang pertanian, perikanan, dan perternakan. Jadi wewenang khusus ini tidak berlaku secara umum bagi setiap pemegang hak sebagaimana wewenang yang bersifat umum.