Salah satu risiko dalam usaha perasuransian adalah kemungkinan terjadinya pailit atas perusahaan asuransi. Kepailitan ini adalah hal yang sangat dikhawatirkan bagi perusahaan asuransi maupun pemegang polis asuransi. Yang menjadi masalah adalah bagaimana perlindungan hukum pemegang polis atas pailitnya perusahaan asuransi, menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, bagaimana perlindungan hukum yang dapat dilakukan oleh pemegang polis asuransi untuk memperoleh hak apabila perusahaan asuransi dinyatakan pailit?

Perlindungan hukum ialah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subjek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.

Perjanjian asuransi merupakan perjanjian timbal balik. Padal Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan menentukan bahwa dalam hal pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan, terdapat perjanjian timbal balik yang belum atau sebagian terpenuhi, pihak yang mengadakan perjanjian dengan debitur dapat meminta kurator untuk memberikan kepastian tentang kelanjutan pelaksanaan perjanjian tersebut dalam jangka waktu yang telah disepakati oleh kurator dan pihak tersebut.

Dalam hal terjadi kepailitan pada perusahaan asuransi, tertanggung mendapatkan perlindungan hukum dari Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentnag Kepailitan. Dalam hal perusahaan asuransi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga, pemegang polis (tertanggung) diberikan perlindungan hukum berupa penunjukan kurator dan hakim pengawas oleh hakim pengadilan seperti yang disebutkan dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan selanjutnya Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan menyatakan bahwa sejak putusan pailit diucapkan, hak debitur pailit untuk menguasai dengan mengurus harta kekayaan yang termasuk dalam harta pailit diambil oleh kurator.

Dengan demikian lebih lanjut perlindungan hukum disebutkan dalam Pasal 137 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, yaitu:

  • Piutang yang saat penagihannya belum jelas atau memberikan hak untuk memperoleh pembayaran secara berkala, wajib dicocokkan nilainya pada tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan;
  • Semua piutang yang dapat ditagih dalam waktu 1 (satu) tahun setelah tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan, wajib diberikan sebagai piutang yang dapat ditagih pada tanggal tersebut;
  • Semua piutang yang dapat ditagih setelah lewat 1 (satu) tahun setelah tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan, wajib mencocokkan untuk nilai yang berlaku 1 (satu) tahun setelah putusan pernyataan pailit diucapkan.

Dengan demikian hal terjadinya kepailitan dalam perusahaan asuransi, Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang tentang Kepailitan memberikan perlindungan hukum berupa penunjukan kurator dan hakim pengawas oleh hakim pengadilan yang melakukan pengurusan dan pemberesan terhadap harta pailit. Sedangkan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang tentang Usaha Perasuransian memberikan perlindungan hukum bahwa pemegang polis tetap dilindungi dan tetap memperoleh haknya secara proporsional.