Kegiatan usaha Bank yang paling utama adalah menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki dana lebih (surplus) dan menyalurkannya kepada masyarakat yang memerlukan dana (deficit). Bank menghimpun dana melalui produk-produknya seperti tabungan, giro, dan deposito. Di sisi lain, Bank juga memberikan fasilitas pembiayaan atau kredit. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Perbankan”) memberikan definisi kredit sebagai berikut:

“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberiang bunga” (Pasal 1 Angka 11)

Sebagaimana diatur dalam Lampiran Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 42/POJK.03/2017 Tahun 2017 tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan atau Pembiayaan Bank Bagi Bank Umum, setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati pemohon kredit harus dituangkan dalam perjanjian kredit secara tertulis. Bentuk dan format perjanjian kredit ditetapkan masing-masing Bank, yang paling sedikit memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

  1. Memenuhi keabsahan dan persyaratan hukum yang dapat melindungi kepentingan Bank; dan
  2. Memuat jumlah, jangka waktu, tata cara pembayaran kembali kredit, dan persyaratan kredit lain sebagaimana ditetapkan dalam keputusan persetujuan kredit atau pembiayaan

Salah satu klausul yang seringkali terdapat dalam suatu perjanjian kredit adalah klausul cross default. Sebelumnya terlebih dahulu perlu dimengerti dengan apa yang dimaksud dengan default atau event of default. Event of default juga merupakan salah satu klausul yang dapat ditemukan dalam perjanjian kredit. Pada dasarnya event of default berarti pelanggaran, yaitu dalam hal terjadinya pelanggaran atau event of default, maka Bank dapat menghentikan penggunaan kredit lebih lanjut oleh Nasabah Debitur dan juga memberikan hak kepada Bank untuk melakukan penagihan pembayaran kredit secara sekaligus.

Dalam kaitannya dengan cross default, hal ini berlaku bagi Nasabah Debitur yang menikmati lebih dari satu fasilitas kredit dari satu Bank yang sama. Yang dimuat dalam cross default pada intinya adalah apabila seorang Nasabah Debitur melakukan pelanggaran atau terjadi default pada salah satu fasilitas kredit yang diterimanya, maka ketentuan event of default berlaku tidak hanya terhadap satu fasilitas kredit yang default tersebut, namun juga berlaku pada semua fasilitas kredit yang diterimanya. Sehingga jika salah satu kreditnya default, maka semua kredit Nasabah Debitur dapat sekaligus dihentikan dan ditagih oleh Bank.

Adapun alasan diberlakukannya klausul cross default ini dalam perjanjian kredit ialah sebagaimana dirumuskan oleh Johannes Ibrahim dalam bukunya Cross Default & Cross Collateral Sebagai Upaya Penyelesaian Masalah Kredit, ialah:

  1. Meminimalisir risiko kredit yang disebabkan oleh kelalaian Nasabah Debitur dalam melakukan pemenuhan berbagai kewajiban berdasarkan perjanjian kredit
  2. Mengalokasikan risiko kredit dalam penanganan one obligor system dalam rangka memastikan adanya pelaksanaan pemantauan yang efektif oleh Bank
  3. Menyelesaikan kewajiban Nasabah Debitur secara keseluruhan
  4. Menumbuhkan rasa saling percaya antara Bank dan Nasabah Debitur