Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Pasal 1 Angka 1 menyatakan:

“Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya.”

Yang dimaksud dengan akta autentik menurut Pasal 1868 Kita Undang-Undang Hukum Perdata adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat. Sehingga dalam hubungannya dengan notaris, Pasal 1 Angka 7 UU Jabatan Notaris mendefinisikan Akta Notaris sebagai akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.

Di samping akta otentik, terdapat akta di bawah tangan, yaitu akta yang dibuat oleh masing-masing pihak sendiri yang bentuk dan tata cara pembuatannya juga tidak harus sesuai undang-undang tertentu, selama memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian. Terkait akta atau surat di bawah tangan ini, terdapat beberapa kewenangan notaris seperti legalisasi dan waarmerking.

Yang dimaksud dengan notaris melakukan legalisasi adalah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 15 ayat (2) huruf a UU Jabatan Notaris:

“Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus”

Berarti dalam hal ini, para pihak membuat terlebih dahulu misalnya suatu surat perjanjian yang isi dan bentuknya dibuat dan ditentukan oleh mereka sendiri. Kemudian surat itu dibawa ke Notaris dan kemudian ditandatangani di hadapan Notaris. Dengan dilakukan legislasi, maka terdapat pihak Notaris yang menjamin keaslian tanda tangan para pihak tersebut sehingga kekuatan hukum surat perjanjian yang dilegislasi menjadi lebih kuat.

Sedangkan yang dimaksud dengan waarmerking adalah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 15 ayat (2) huruf b UU Jabatan Notaris, yaitu:

“Membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus”

Yang dimaksud dengan pasal di atas yaitu seperti halnya dalam legalisasi, para pihak terlebih dahulu membuat sendiri surat perjanjian di antara mereka. Namun dalam hal waarmerking, para pihak juga telah menandatangani surat perjanjian itu sebelum dibawa ke Notaris. Sehingga Notaris tidak menyaksikan penandatanganan surat tersebut dan hanya menerima pendaftarannya. Biasanya waarmerking dilakukan agar terdapat pihak ketiga (Notaris) yang mengetahui mengenai perjanjian tersebut sehingga para pihak akan lebih sulit untuk menyangkalnya di masa yang akan datang.