Perkembangan pembangunan pada abad 21 saat ini  merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari, mengingat bagaimana cepatnya teknologi dan bagaimana cepatnya manusia saling bersaing dengan waktu. Namun cepatnya suatu pembangunan segala bidang pada dasarnya memiliki satu tujuan yang pasti, terutama bagi suatu negara, yakni mensejahterakan. Peningkatan kesejahteraan sosial dapat dikatakan telah menjadi salah satu prioritas pembangunan bidang sosial, terutama perlindungan terhadap kelompok miskin.

Perusahaan memiliki potensi untuk berkontribusi dalam pembangunan sosial melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility). Setiap perusahaan yang melakukan aktivitas usaha di Indonesia harus mampu memberikan dampak positif terhadap masyarakat. Upaya tersebut diatas harus terlihat dari penerapan prinsip demokrasi ekonomi, efisiensi, keberlanjutan (sustainebility), dan berwawasan lingkungan.

Konsep  Corporate Sosial Responsibility atau yang dapat dikatakan dengan istilah Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan oleh Perusahaan  secara umum salah satunya diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT) yaitu Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 yang disebutkan pada Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, menyebutkan:

“Tanggung Jawab sosial dan Lingkungan adalah Komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya. “

Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas  menyebutkan :

“bahwa setiap perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Jika tidak dilakukan, maka perseroan tersebut bakal dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Peraturan Perundang-Undangan yang mengatur mengenai Corporate Sosial Responsibility di antaranya ada dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Penanaman Modal serta Undang-Undang lain yang dapat dikatakan juga mengatur tentang Tanggung Jawab Sosial Lingkungan yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi. Meskipun tidak menggunakan istilah yang sama, namun dalam Pasal 40 ayat (5) diatur bahwa Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melaksanakan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ikut bertanggung jawab dalam mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat.

Peranan CSR dapat dipandang sebagai upaya untuk mewujudkan good corporate governance, good corporate citizenship dan good business ethics dari sebuah entitas bisnis. Suatu Perusahaan tidak hanya memikirkan kepentingan dari shareholders atau yang disebut sebagai pemilik modal tetapi juga untuk memenuhi kepentingan seluruh stakeholders dan juga Lingkungan. Corporate Sosial Responsibility merupakan suatu pendekatan yang mana perusahaan mengintegrasi kepedulian sosial terkait dengan bisnis yang dijalankan dan dalam interaksinya dengan stakeholder yang berdasarkan atas prinsip kemitraan dan kesukarelaan.

Mengingat Corporate Social Responsibility merupakan suatu komitmen dari perusahaan dan aturan terkait Corporate Social Responsibility telah tercantum di dalam pasal dari beberapa aturan, maka jika dilihat dari sisi sosial, penerapannya merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan oleh setiap perusahaan. Jika melihat dari aspek ekonomi, sudah tentu suatu perusahaan mencari keuntungan, namun suatu perusahaan bisa mencapai keuntungan tidak terlepas dari mendukungnya lingkungan serta kontribusi masyarakat luas akan pencapaian tersebut.

Maka sudah sepantasnya konsep Corporate Sosial Responsibility  diterapkan karena kontribusi dan komitmen perusahaan terhadap kesejahteraan masyarakat langsung, serta menjaga lingkungan dimana perusahaan tersebut beroperasi. Jika konsep Corporate Social Responsibility berjalan dengan baik dan diterapkan dengan baik oleh setiap perusahaan, maka dari teori stakeholders yang menjunjung tinggi prinsip triple bottom line reporting yang direkomendasikan oleh Global Reporting Initiative (GRI) bahwa upaya realisasi dari Tanggung Jawab Sosial merupakan pengungkapan (disclosure) terhadap aspek ekonomi (economic), lingkungan (environmental), dan sosial (social), Implementasi triple bottom line menjadi cara bagi perusahaan untuk mengkomunikasikan bentuk akuntabilitasnya kepada stakeholder.