Properti adalah salah satu objek yang sering diperjualbelikan. Dalam transaksi jual-beli properti, terdapat dua hal yang kerap ditemui, yaitu Akta Jual Beli (AJB) dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB). AJB jelas merupakan suatu akta yang berperan sebagai bukti telah terjadinya transaksi jual-beli atas suatu properti tertentu antara 2 pihak yang disebutkan di dalamnya. Sedangkan kedudukan dan fungsi dari PPJB kadang masih bisa jadi membingungkan bagi yang pertama kali menemuinya.

PPJB pada dasarnya adalah perjanjian yang dilakukan sebelum dibuatnya AJB, meskipun AJB tidak selalu harus didahului dengan PPJB. Lantas untuk apa diadakan PPJB?

Dalam suatu transaksi jual-beli properti, terdapat beberapa keadaan yang menyebabkan jual-beli properti itu belum dapat dipenuhi, meskipun para pihak sudah sepakat untuk mengadakan jual-beli. Untuk itu dibuatlah terlebih dahulu suatu perjanjian sebagai pengikat bahwa para pihak di masa yang akan datang akan melakukan jual-beli setelah jual-beli itu dapat dilaksanakan. Beberapa alasan dibuatnya PPJB di antaranya bisa karena belum dipenuhinya syarat-syarat tertentu atau adanya beberapa masalah seperti pembangunan yang belum selesai atau adanya pemecahan sertifikat.

Misalnya, sering terjadi pembuatan PPJB dalam hal penjualan satuan rumah susun atau unit apartemen. Pengembang atau developer biasanya sudah mulai melakukan penawaran dan penjualan unit apartemennya pada saat apartemennya sendiri belum selesai 100% dibangun. Sehingga pembeli yang berniat untuk memiliki unit apartemen itu melakukan PPJB dengan developer terlebih dahulu selama apartemen itu dibangun. Nantinya, setelah apartemen selesai dibuat, barulah dapat dibuat AJB dan serah terima antara pembeli dan developer.

Atau contoh lainnya, PPJB juga biasa digunakan untuk transaksi jual-beli properti yang dengan pembayaran angsuran. Sebelum pembeli selesai melunasi yang harus dibayarkannya sesuai kesepakatan para pihak, sebaiknya transaksi jual-beli tersebut dituangkan ke dalam PPJB terlebih dahulu dan tidak langsung dalam bentuk AJB. Ini karena AJB itu berperan layaknya bukti bahwa pembayaran sudah lunas, yang berarti kepemilikan properti pun sudah pindah dari penjual kepada pembeli sebagai pemilik baru. Hal ini tentunya dapat merugikan penjual karena itu berarti meskipun utangnya belum lunas, dengan AJB, jual-beli itu dianggap telah terjadi dan selesai dilaksanakan.

Dari ilustrasi di atas, dapat dikatakan bahwa suatu PPJB dibuat untuk melindungi kepentingan para pihak dalam jual-beli. Baik itu untuk melindungi kepentingan pembeli maupun penjual. Apabila para pihak sebenarnya sudah sepakat untuk melaksanakan jual-beli tapi terdapat beberapa hal yang harus terlebih dahulu dipenuhi, maka PPJB merupakan solusi untuk mengikat para pihak untuk tetap melaksanakan jual-beli di kemudian hari setelah syarat-syaratnya terpenuhi.