Penjaminan merupakan sesuatu yang lazim digunakan untuk memastikan kelancaran suatu kegiatan. Misalnya dalam pekerjaan pembangunan gedung, pemberi kerja seringkali membutuhkan jaminan dari kontraktor bahwa ia akan menyelesaikan pekerjaannya dengan tepat waktu dan sesuai spesifikasi yang telah disepakati. Atau dalam kegiatan impor, importir dapat memberikan jaminan kepada eksportir melalui letter of credit bahwa ia akan melakukan pembayaran setelah eksportir menyediakan bukti pengiriman barang. Hal-hal tersebut membantu meningkatkan rasa percaya pada para pihak agar kegiatan dapat berlangsung sesuai dengan harapan dan mengurangi risiko kerugian.

Terdapat berbagai jenis penjaminan yang digunakan dalam praktik. Dua jenis yang sering dikatakan serupa tapi tak sama adalah Surety Bond dan Bank Garansi. Keduanya sama-sama merupakan penjaminan yang dilaksanakan berdasarkan wanprestasi dan merupakan perjanjian accessoir terhadap perjanjian pokoknya yang dilakukan antara pihak yang dijamin dan pihak yang dilindungi oleh penjaminan. Namun baik Surety Bond maupun Bank Garansi memiliki persyaratan dan prosedur pelaksanaannya masing-masing yang membedakan kelebihan dan kekurangannya.

Surety Bond merupakan jenis penjaminan yang dilahirkan dan dikembangkan oleh perusahaan asuransi. Dalam Surety Bond, para pihak disebut dengan istilah principal dan obligee. Principal adalah pihak yang memberikan Surety Bond kepada obligee, yang berarti principal dijamin oleh perusahaan asuransi bahwa ia akan memenuhi prestasinya sesuai perjanjian dengan obligee, dan apabila tidak, maka perusahaan asuransi yang akan membayarkan jaminan kepada obligee. Konsep yang sama juga diterapkan dalam Bank Garansi, hanya saja penjamin dalam hal ini adalah bank, dan pihak yang dijamin disebut applicant, dan pihak yang diberikan Bank Garansi oleh applicant disebut beneficiary.

Suatu Surety Bond adalah perikatan tanggung renteng yang berarti biasanya melibatkan 2 penjamin, yaitu principal sebagai penjamin utamanya, dan perusahaan asuransi sebagai penjamin sekunder. Maksudnya, dalam pengajuan klaim Surety Bond, obligee harus meminta terlebih dahulu kepada principal dan memastikan bahwa principal tidak dapat memenuhinya kewajibannya dan telah ada kerugian yang disebabkan, barulah kemudian perusahaan asuransi yang akan mengabulkan klaimnya. Sedangkan dalam Bank Garansi, hanya bank yang menjadi penjamin dan applicant hanya merupakan pihak yang dijamin.

Karena Surety Bond diberikan oleh perusahaan asuransi, sistem pemberiannya juga berbeda. Dalam Surety Bond, principal hanya melakukan pembayaran premi kepada perusahaan asuransi setiap bulannya. Apabila terjadi klaim, barulah perusahaan asuransi meminta kembali jaminan yang sudah dicairkan kepada obligee berdasarkan Indemnity Agreement antara principal dan perusahaan asuransi. Sedangkan dalam Bank Garansi, applicant merupakan nasabah di bank bersangkutan yang berarti sebelum memberikan Bank Garansi kepada beneficiary, bank terlebih dahulu menerima agunan dari applicant. Agunan ini dapat berupa setoran tunai sebesar 100% dari nilai jaminan, deposito atau tabungan milik applicant pada bank bersangkutan yang dibekukan sebesar nilai jaminan, maupun fasilitas tunai dan non-tunai yang diberikan bank.

Selain itu, mengenai surety bond juga belum ada pengaturan khususnya dalam hukum Indonesia selain Undang-Undang No. 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan. Dalam UU tersebut, sebenarnya telah ditentukan secara tegas bahwa yang berwenang menerbitkan surety bond adalah lembaga penjaminan, dan bukan lagi perusahaan asuransi. UU Penjaminan dikeluarkan pada tahun 2016 yang berarti efektif berlaku 3 tahun setelahnya, yaitu mulai tahun 2019 ini. Namun mengenai implementasinya saat ini masih perlu diperhatikan perkembangannya dan melihat aturan turunan dari UU Penjaminan tersebut.

Sedangkan terkait Bank Garansi, jelas diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 23/7/UKU. SE BI tersebut menentukan hal-hal teknis mengenai Bank Garansi. Di antaranya format yang harus tercantum dalam Bank Garansi seperti judul “Garansi Bank atau “Bank Garansi”, nama dan alamat bank pemberi Bank Garansi, tanggal penerbitan Bank Garansi, transaksi yang dijamin (sesuai dengan konsep hukum yang memandang Bank Garansi sebagai perjanjian accessoir), jumlah uang yang dijamin bank, tanggal mulai berlaku dan berakhirnya Bank Garansi, penegasan batas waktu pengajuan klaim, dan menyatakan dengan tegas bahwa Bank Garansi tersebut tunduk pada Pasal 1831 atau Pasal 1832 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Mengenai mana yang lebih baik dari Surety Bond dan Bank Garansi sebenarnya tidak dapat dikatakan dengan pasti. Bagi pihak yang dijamin, surety bond sebenarnya lebih murah dan lebih mudah dimintakan penerbitannya karena sebelum penerbitan, principal hanya perlu membayar premi setiap bulan. Sedangkan untuk Bank Garansi, applicant harus memiliki agunan yang diserahkan kepada bank. Misalnya applicant menyerahkan agunan berbentuk sejumlah tabungan yang dibekukan oleh bank, berarti terdapat dana tabungan dalam jumlah yang cukup besar yang tidak dapat ditarik dan digunakan untuk selama jangka waktu berlakunya Bank Garansi. Hal tersebut dapat menyulitkan applicant. Namun di sisi lain, bagi pihak yang dilindungi oleh penjaminan, Bank Garansi bisa jadi lebih aman karena adanya ketentuan hukum yang jelas mengenai penerbitan dan pengajuan klaimnya.

Para pihak dalam perjanjian dapat memilih jenis penjaminan yang paling cocok untuk transaksinya. Penjaminan yang dipilih sesuai kesepakatan dipilih dengan mempertimbangkan kebutuhan transaksi, dan juga kemampuan para pihak dalam memberikan penjaminan.