Hubungan kerja terbentuk ketika seseorang mulai bekerja kepada orang lain atau bekerja di suatu perusahaan. Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 Angka 15 mendefinisikan hubungan kerja sebagai hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Perjanjian kerja yang disebut di atas menurut Pasal 1 Angka 14 ialah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Terdapat dua jenis perjanjian kerja berdasarkan waktu lamanya hubungan kerja; Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).

PKWTT adalah perjanjian kerja untuk pekerjaan yang berhubungan dengan kegiatan usaha pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, sehingga lama waktunya tidak tertentu dan sifatnya tetap. Pekerja/buruh dengan PKWTT sering disebut dengan karyawan tetap atau permanen. Sedangkan PKWT menetapkan jangka waktu kerja dan dibuat untuk pekerjaan kegiatan jasa penunjang dan kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.

Menurut Pasal 59 Ayat (1) UU 13/2003, PKWT hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:

  1. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
  2. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
  3. Pekerjaan yang bersifat musiman; atau
  4. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

Perlu diingat bahwa PKWT hanya diperbolehkan dibuat untuk jenis-jenis pekerjaan sebagaimana di atas. PKWT tidak dapat digunakan untuk hal-hal lain seperti menggantikan masa percobaan sebelum pekerja dikontrak dengan PKWTT ataupun dibuat untuk mepekerjakan kembali pekerja yang sudah pensiun.

PKWT dapat ditentukan berakhirnya setelah jangka waktu tertentu atau setelah selesainya pekerjaan tertentu. Misalnya, untuk jangka waktu tertentu, ditentukan dalam Perjanjian Kerja bahwa seorang pekerja dipekerjakan di perusahaan selama 1 tahun dari tanggal 3 Februari 2019 sampai dengan 2 Februari 2020. Sedangkan untuk selesainya pekerjaan tertentu, ditentukan dalam Perjanjian Kerja bahwa seorang pekerja dipekerjakan untuk suatu proyek tertentu yang diperkirakan akan selesai selama satu tahun sejak tanggal 3 Februari 2019. Apabila proyek tersebut selesai sebelum jangka waktu 1 tahun, Perjanjian Kerja tetap berakhir pada saat pekerjaan selesai. Ini juga berarti Perjanjian Kerja harus mendefinisikan dengan jelas dalam keadaan seperti apa pekerjaan itu dianggap telah selesai sehingga terdapat kepastian atas berakhirnya Perjanjian Kerja.

Karena PKWT dibuat untuk pekerjaan yang selesai dalam waktu tertentu, undang-undang mensyaratkan PKWT hanya dapat diberlakukan selama paling lama 2 tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 kali untuk jangka waktu paling lama 1 tahun (Pasal 59 Ayat (4) UU 13/2003). Sedangkan apabila PKWT diakhiri lebih awal oleh salah satu pihak, maka pihak yang mengakhiri harus membayar ganti rugi sebesar upah sisa jangka waktu Perjanjian Kerja.

Undang-undang juga mensyaratkan beberapa hal yaitu, PKWT harus dibuat secara tertulis dengan menggunakan Bahasa Indonesia dan huruf latin (Pasal 57 UU 13/2003). Apabila PKWT yang dibuat tidak sesuai dengan ketentuan tersebut, maka PKWT itu dinyatakan sebagai PKWTT (Pasal 57 Ayat (2) UU 13/2003). Tentunya hal ini akan menyulitkan pemberi kerja karena dengan demikian, pekerja memiliki hak-hak sebagaimana seorang pekerja tetap seperti Tunjangan Hari Raya serta pengakhiran hubungan kerjanya pun menjadi lebih rumit dengan adanya pesangon yang harus dibayarkan dan tata cara dan prosedur pengakhiran hubungan kerja PKWTT yang harus diperhatikan.

Selain itu, berdasarkan Pasal 13 Kepmenakertrans No. 100 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, PKWT wajib dicatatkan oleh pengusaha kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota setempat selambat-lambatnya 7 hari sejak penandatanganan. Akibat hukum dari tidak dicatatkannya PKWT menurut Putusan Mahkamah Konstitusi No. 6/PUU-XVI/2018 ialah bahwa PKWT tersebut demi hukum berubah menjadi PKWTT.