Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Asas kebebasan berkontrak yang dapat disimpulkan dari Pasal ini berlaku selama syarat-syarat dalam Pasal 1320 KUHPerdata terpenuhi, yaitu:

  1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
  2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
  3. suatu pokok persoalan tertentu;
  4. suatu sebab yang tidak terlarang.

Apabila keempat syarat diatas terpenuhi, maka akibat yang terjadi adalah perjanjian mengikat para pihak dan muncul hak dan kewajiban. Sederhananya secara teori seperti itu. Namun kenyataannya masih sering membingungkan kapan tepatnya perjanjian itu mengikat para pihak.

Hal pertama yang diperhatikan dalam menentukan kapan perjanjian terbentuk dan mengikat adalah governing law atau hukum yang berlaku atas perjanjiannya; terutama dalam perjanjian antara pihak-pihak yang berbeda kewarganegaraannya. Syarat-syarat pembentukan perjanjian yang harus dipenuhi dalam berbagai negara berbeda-beda. Seperti dalam negara dengan sistem hukum common law, berbeda ketentuan hukumnya mengenai perjanjian dengan negara dengan sistem hukum civil law seperti Indonesia.

Dengan ketentuan 1320 KUHPerdata yang mensyaratkan adanya kesepakatan para pihak, maka perjanjian lahir setelah adanya kata sepakat. Namun kesepakatan itu tidak hanya ditunjukkan secara harafiah dengan diucapkannya kata “sepakat”. Perjanjian dapat terjadi baik secara diam-diam maupun tegas. Secara diam-diam berarti kesepakatan itu ditunjukkan dengan pelaksanaan perjanjian. Sedangkan secara tegas salah satunya adalah dengan ditandatanganinya suatu dokumen kontrak.

Lalu bagaimana dengan kasus seperti ini misalnya:

XYZ telah berjanji untuk mempekerjakan A satu bulan dari sekarang. PT. XYZ kemudian mengirimkan perjanjian kerja kepada A yang kemudian ia tandatangani dan kirimkan kembali kepada PT. XYZ. Namun satu bulan kemudian, PT. XYZ ternyata tidak jadi mempekerjakan A dan berdalih bahwa karena Direktur PT. XYZ sendiri belum menandatangani perjanjian kerja tersebut, maka perjanjian belum mengikat.

Menurut Dr. Samuel Hutabarat, S.H., M.H. dalam workshop PPHBI dengan tema Contract Drafting, perjanjian tersebut telah mengikat para pihak. PT. XYZ sendiri yang membuat perjanjian kerja tersebut, dan mereka sendiri juga yang mengirimnya kepada A. Maka sudah jelas bahwa maksud dan tujuan dari PT. XYZ telah tertuang dalam perjanjian kerja itu, sehingga PT. XYZ telah terikat dalam perjanjian meskipun Direktur belum menandatanganinya.

Hal kedua yang perlu diperhatikan adalah ketentuan dalam kontrak itu sendiri. Biasanya, dalam suatu kontrak dapat tertera suatu pasal conditions precedent. Conditions precedent berarti adanya hal-hal yang harus dipenuhi atau dilakukan terlebih dahulu agar kontrak dapat mulai berlaku.

Misalnya, dalam Conditional Sale and Purchase Agreement, salah satu pihak baru akan melakukan pembelian apabila ada suatu pembayaran tertentu (misalnya pembayaran utang pajak) yang sudah diselesaikan oleh pihak lainnya. Atau contoh lain adalah dalam Joint Venture Agreement, para pihak menentukan perjanjian baru berlaku setelah ada izin dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) meskipun para pihak telah menandatangani kontraknya.