Perusahaan yang menjalankan usahanya di Indonesia memiliki wewenang untuk menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) secara rutin, menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perusahaan (UUPT). RUPS juga dapat dilaksanakan diluar jadwal rutin dari RUPS perusahaan dengan beberapa syarat yang telah diatur dalam UUPT dan juga Anggaran Dasar dan/atau Anggaran Rumah Tangga perusahaan tersebut. RUPS diluar jadwal rutin dari RUPS perusahaan, dikenal dengan istilah Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB).

Pada dasarnya, pengambilan keputusan di dalam RUPS diambil berdasarkan proses musyawarah untuk mencapai mufakat (Pasal 87 (1) UUPT). Namun, pada ayat (2) dari Pasal tersebut juga menyatakan jika forum RUPS tidak dapat mencapai mufakat di dalam musyawarah, maka keputusan sah jika disetujui lebih dari ½ dari jumlah suara yang dikeluarkan. Syarat terkait pengambilan keputusan dengan jumlah minimal lebih dari ½ suara, bukanlah hal yang mutlak dipenuhi oleh perusahaan. Melainkan, UUPT mengakomodir bila sebuah perusahaan menginginkan syarat minimal pengambilan keputusan memiliki komposisi yang berbeda dengan yang diatur di dalam UUPT, hal tersebut diatur di dalam anggaran dasar perusahaan.

Pada prakteknya, dalam proses pengambilan keputusan di RUPS, deadlock kerap terjadi. Dalam situasi deadlock, maka RUPS tidak dapat mengambil keputusan. Sayangnya, anggaran dasar perusahaan masih jarang yang mengatur upaya menanggulangi deadlock dalam RUPS. Sehingga, dengan terhambatnya pengambilan-pengambilan keputusan tersebut dapat mempengaruhi produktivitas dari perusahaan juga.

Terdapat beberapa upaya yang dapat digunakan dalam menanggulangi situasi deadlock dalam pengambilan keputusan pada RUPS. Pertama, para pihak dapat menunjuk ahli yang telah disepakati sebelumnya, untuk dimintai kesaksian dan para pihak juga perlu sepakat sebelumnya bahwa keterangan oleh ahli tersebut merupakan keputusan yang mengikat bagi para pihak. Kedua, perusahaan dapat melakukan buyback atas saham perusahaan, sehingga komposisi hak suara dapat berubah dan situasi deadlock dalam proses pengambilan keputusan dapat dihindari. Terakhir, menjual sebagian saham kepada pihak ketiga, sehingga dapat mengubah komposisi pemegang saham dan hak suara di dalam RUPS.