Setiap rakyat Indonesia berhak atas jaminan sosial yang diberikan oleh Negara. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) mengatur:

  • Pasal 28H ayat (3): “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.”
  • Pasal 34 ayat (2): “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.”

Dalam rangka memenuhi amanat UUD 1945 tersebut, telah diterbitkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Nasional (UU BPJS) beserta beberapa peraturan turunannya. Di dalamnya diatur mengenai jaminan sosial sebagai salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat Indonesia dapat memenuhi kebutuh dasar hidupnya yang layak (Pasal 1 Angka 1 UU SJSN).

Salah satu bentuk jaminan sosial yang menjadi perhatian belakangan ini adalah Jaminan Hari Tua (JHT) yang diselenggarakan dengan tujuan untuk menjamin agar peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia. Terkait pencairan manfaat JHT sebelumnya diatur secara spesifik dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 19 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (Permenaker 19/2015). Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 Permenaker 19/2015, manfaat JHT dibayarkan apabila:

  1. Peserta mencapai usia pensiun
  2. Peserta mengalami cacat total tetap
  3. Peserta meninggal dunia

Manfaat JHT juga dapat diterima oleh peserta yang berhenti bekerja, meliputi: (Pasal 3 ayat (3) Permenaker 19/2015)

  1. Peserta mengundurkan diri; manfaat JHT diberikan secara tunai dan sekaligus setelah melewati masa tunggu 1 bulan terhitung sejak tanggal surat keterangan pengunduran diri dari perusahaan diterbitkan (Pasal 5 ayat (1) Permenaker 19/2015).
  2. Peserta terkena pemutusan hubungan kerja; manfaat JHT diberikan secara tunai dan sekaligus setelah melewati masa tunggu 1 bulan terhitung sejak tanggal pemutusan hubungan kerja (Pasal 6 ayat (1) Permenaker 19/2015).
  3. Peserta yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya; manfaat JHT dibayarkan secara tunai dan sekaligus (Pasal 7 Permenaker 19/2015).

Dalam berjalannya implementasi provisi Permenaker 19/2015 tersebut di atas, didapati bahwa ternyata klaim JHT didominasi oleh alasan mengundurkan diri. Lebih dari 70% klaim JHT selama 5 tahun terakhir dilakukan dengan alasan peserta mengundurkan diri. Hal ini menimbulkan kembali pertanyaan mengenai manfaat dan tujuan JHT, yaitu untuk menjamin kesejahteraan rakyat Indonesia yang telah melewati usia pensiun agar tetap dapat mempertahankan taraf hidup yang layak di hari tua nya. Namun sebagaimana dapat dilihat dari data Badan Pusat Statistik, 43,29% lansia di tahun 2021 termasuk kelompok 40% ekonomi terbawah dan 37,40% termasuk kelompok 40% ekonomi menengah.

Menurut pandangan Pemerintah, lansia sebagai kelompok rentan dengan lebih dari 40% nya termasuk 40% ekonomi terbawah dapat disebabkan oleh JHT yang dicairkan terlalu cepat. Pencairan JHT yang terlalu cepat ini menyebabkan JHT yang telah dibayarkan juga terlalu cepat terpakai jika tidak direncanakan penggunaannya dengan baik, sehingga pencairan Jaminan Hari Tua itu justru tidak menjamin hari tua pesertanya.

Oleh karena itu, saat ini telah diterbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (Permenaker 2/2022). Berdasarkan Permenaker 2/2022 ini, manfaat JHT bagi peserta mengundurkan diri dan terkena PHK baru dapat diberikan saat peserta mencapai usia 56 tahun. Sedangkan untuk peserta program jaminan sosial yang kehilangan pekerjaan, terdapat Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) sebagaimana telah diatur sebelumnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (PP 37/2021).

Menurut Pasal 19 ayat (1) PP 37/2021, manfaat JKP diberikan kepada peserta yang mengalami PHK baik untuk hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu maupun perjanjian kerja waktu tertentu. PHK yang dimaksud dalam ini dikecualikan untuk alasan PHK karena mengundurkan diri, cacat total tetap, pensiun, atau meninggal dunia. Dengan demikian, dapat disimpulkan sebagai berikut:

  1. Untuk peserta usia pensiun, cacat total tetap dan meninggal dunia, bisa langsung menerima manfaat JHT sesuai ketentuan Permenaker 2/2022 dan PP 37/2021;
  2. Untuk peserta PHK yang hubungan kerjanya diakhiri oleh pengusaha (khususnya sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja untuk PKWT), manfaat JHT baru bisa diterima saat peserta telah berusia 56 tahun, namun peserta bisa langsung mendapatkan manfaat JKP dengan syarat telah memiliki masa iur paling sedikit 12 bulan dalam 24 bulan dan telah membayar iuran selama 6 bulan berturut-turut sebelum terjadi PHK;
  3. Untuk peserta mengundurkan diri, manfaat JHT baru bisa diterima saat telah usia 56 tahun dan tidak menerima manfaat JKP;
  4. Untuk peserta meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya, manfaat JHT langsung diberikan kepada peserta.