Kesepakatan dua atau lebih pihak dalam perjanjian untuk melakukan pembiayaan atas suatu pekerjaan bersama sesuai dengan porsinya ialah merupakan definisi dari konsorsium, dari pengertiannya jelas diketahui bahwa konsorsium bukanlah sautu badan hukum yang dapat berdiri sendiri, melainkan lebih kepada bentuk kerja sama operasi (Joint Operation). Dalam hukum perdata konsorsium tersebut lebih dikenal dengan sebutan persekutuan perdata (Maatschap) yang diatur dalam Pasal 1618 sampai Pasal 1652 KUH Perdata.

Pasal 1618 KUH Perdata menyebutkan bahwa :
“Persekutuan adalah suatu perjanjian dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu dalam persekutuan, dengan maksud untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanya”

Oleh karena itu tiap-tiap subjek dalam yang mengikatkan diri dalam suatu konsorisum memiliki kebebasan berkontrak dengan pihak manapun selama setiap anggota konsorsium menyepakati isi dalam perjanjian tersebut. Sehingga dapat diketahui bahwa dasar hukum dari pembentukan konsorsium tersebut ialah pasal 1320 KUH Perdata yakni mengenai syarat sahnya perjanjian.

Permasalahanya ialah, bagaimana jika ternyata ada pihak ketiga yang dirugikan oleh adanya hubungan kontrak yang dibuat oleh salah satu anggota konsorsium? Apakah pihak ketiga tersebut nantinya menggugat seluruh konsorsium ataukah hanya menggugat salah satu anggotanya saja? Untuk menjawab hal tersebut pihak ketiga harus teliti untuk melihat pokok permasalahan sebelum menempuh penyelesaian sengketa.

Bila kerugian yang dialami pihak ketiga tersebut ialah disebabkan karena tindakan salah satu anggota tanpa mengatasnamakan konsorisum maka gugatan yang diajukan pihak ketiga tersebut hanya sebatas pada salah satu anggota konsorsium yang bersengketa saja, akan tetapi bila kerugian yang timbul oleh pihak ketiga tersebut disebabkan oleh adanya hubungan kontrak antara pihak ketiga dengan konsorsium (seluruh anggota) maka gugatan yang diajukan tersebut harus menyertakan seluruh pihak yang ada dalam konsorsium, dalam artian setiap anggota konsorsium wajib bertanggung jawab atas setiap perbuatannya, dengan catatan konsorsium tersebut tidak membentuk joint venture yang mengakibatkan gugatan diajukan kepada badan usaha yang dibentuknya.

Merujuk pada KUH Perdata, gugatan yang diajukan pada konsorsium diatur dalam ketentuan Pasal 1865 KUH Perdata yang berbunyi :
“Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai suatu hak, atau merujuk suatu peristiwa untuk meneguhkan haknya itu atau untuk membantah suatu hak orang lain, wajib membuktikan adanya hak itu atau kejadian yang dikemukakan itu.”

Dengan demikian baik pihak ketiga yang merasa memiliki hak atau tuntutan terhadap salah satu anggota konsorsium, maka pihak ketiga tersebut dapat menuntut haknya di muka pengadilan berdasarkan ketentuan pasal di atas, tentunya dengan pembuktian yang dimiliki oleh pihak ketiga tersebut baik yang terdiri dari oleh dan/atau :
Pasal 1866 KUH Perdata
Alat pembuktian meliputi :
1. Bukti tulisan;
2. Bukti saksi;
3. Persangkaan;
4. Pengakuan;
5. Sumpah

Semuanya tunduk pada aturan-aturan yang tercantum dalam bab-bab berikut.

Sehingga mengingat konsorsium terbentuk dari adanya perjanjian dan bukan merupakan subjek hukum maupun badan hukkum, maka segala tuntutan kerugian yang dapat diajukan oleh pihak ketiga tersebut dapat dilakukan dengan melihat tindakan maupun hubungan hukum yang menimbulkan adanya kerugian tersebut.